Observatorium Bosscha
Observatorium Bosscha merupakan salah satu tempat peneropongan
bintang tertua di
Indonesia. Observatorium Bosscha (dahulu bernama
Bosscha Sterrenwacht) dibangun oleh
Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau
Perhimpunan Bintang Hindia Belanda. Observatorium Bosscha berlokasi di
Lembang,
Jawa Barat, sekitar 15 km di bagian utara
Kota Bandung dengan koordinat geografis 107° 36'
Bujur Timur dan 6° 49'
Lintang Selatan.
Tempat ini berdiri di atas tanah seluas 6 hektare, dan berada pada
ketinggian 1310 meter di atas permukaan laut atau pada ketinggian 630 m
dari
dataran tinggi Bandung. Kode observatorium
Persatuan Astronomi Internasional
untuk observatorium Bosscha adalah 299. Tahun 2004, Observatorium
Bosscha dinyatakan sebagai Benda Cagar Budaya oleh Pemerintah. Karena
itu keberadaan Observatorium Bosscha dilindungi oleh UU Nomor 2/1992
tentang Benda Cagar Budaya. Selanjutnya, tahun 2008, Pemerintah
menetapkan Observatorium Bosscha sebagai salah satu Objek Vital nasional
yang harus diamankan.
[1]
Sejarah
Latar belakang pendirian
Observatorium Bosscha (1900-40)
Pada permulaan abad ke-20, para astronom mulai menyadari bahwa
bintang-bintang terikat satu sama lain membentuk sistem galaksi.
Keinginan untuk meneliti dan memahami struktur galaksi tersebut
mendorong dibangunnya berbagai teleskop besar di Belahan Bumi Selatan
karena sebelumnya teleskop berukuran besar hanya terkonsentrasi di
Belahan Bumi Utara, terutama di Eropa dan Amerika Utara.
Ide pembangunan observatorium di Hindia Belanda dikemukakan oleh insinyur-astronom kelahiran
Madiun,
Joan George Erardus Gijsbertus Voûte.
Beliau melihat bahwa penelitian astronomi terhambat karena kurangnya
jumlah observatorium dan pengamat di Belahan Bumi Selatan. Pada awalnya,
Voûte meneliti di Cape Observatory, Afrika Selatan, namun kurangnya
dukungan pemerintah setempat membuat Voûte kembali ke Batavia, Hindia
Belanda. Voûte berusaha mempengaruhi beberapa astronom di Belanda untuk
membangun Observatorium di Hindia Belanda. Persahabatan antara Voûte
dengan pengusaha kaya
Karel Albert Rudolf Bosscha dan
Rudolf Albert Kerkhoven semakin memperkuat dukungan terhadap pembangunan Observatorium.
[2]
Pembiayaan
Bosscha mengumpulkan pengusaha dan orang-orang terpelajar untuk
membentuk organisasi Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging
(NISV—Perkumpulan Astronom Hindia Belanda) untuk menyalurkan uang bagi
pembangunan observatorium. Hingga tahun 1928, diperkirakan organisasi
ini mampu menyumbangkan 1 juta Gulden untuk dana pendirian dan
operasional harian observatorium. Sebidang tanah di Lembang telah
disumbangkan oleh Ursone bersaudara, pengusaha pemerahan sapi Baroe
Adjak, dan hak kepemilikan tanahnya telah diserahkan kepada NISV.
Bosscha dan Voûte kemudian memberikan mandat kepada
Observatorium Leiden untuk mengawasi pembelian instrumen untuk observatorium. Bosscha meminta saran kepada direktur Observatorium Leiden,
Ejnar Hertzsprung,
mengenai pengadaan teleskop dan juga mengenai sistem pikul teleskop. Ia
berharap untuk dapat memanfaatkan jatuhnya nilai tukar
Mark Jerman pasca
Perang Dunia I
agar dapat memperoleh teleskop Jerman berkualitas baik dengan harga
murah. Pada awal tahun 1921, Bosscha bersedia membayar sebuah teleskop
dengan garis tengah 60 cm dan panjang fokus 10 meter. Teleskop ini
kemudian dipesan dari perusahaan optik ternama Jerman,
Carl Zeiss Jena.
Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R. Bosscha dalam pembangunan
observatorium ini, maka nama Bosscha diabadikan sebagai nama
observatorium ini.
[3]
Pembangunan
Konstruksi Observatorium Bosscha dimulai pada tahun 1923. Pada tahun
1925 program pengamatan sudah dimulai dengan instrumen yang ada. Carl
Zeiss membutuhkan waktu tujuh tahun untuk membuat dan mengantarkan
teleskop 60 cm, yang tiba pada tahun 1928. Voûte berkutat dengan
kalibrasi teleskop besar tersebut selama dua tahun berikutnya hingga ia
puas dengan kinerjanya. Semenjak tahun 1923, Voûte mulai mengundang
astronom-astronom Belanda untuk bekerja di Observatoriumnya.
Publikasi internasional pertama Observatorium Bosscha dilakukan pada tahun
1933. Namun kemudian observasi terpaksa dihentikan dikarenakan sedang berkecamuknya
Perang Dunia II.
Setelah perang usai, dilakukan renovasi besar-besaran pada
observatorium ini karena kerusakan akibat perang hingga akhirnya
observatorium dapat beroperasi dengan normal kembali.
Kemudian pada tanggal
17 Oktober 1951, NISV menyerahkan observatorium ini kepada pemerintah RI. Setelah
Institut Teknologi Bandung (ITB) berdiri pada tahun
1959,
Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Dan sejak saat
itu, Bosscha difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan
formal Astronomi di Indonesia.
Fasilitas
Terdapat 5 buah teleskop besar, yaitu:
Teleskop Refraktor Ganda Zeiss
Teleskop ini merupakan jenis refraktor (menggunakan lensa) dan
terdiri dari 2 teleskop utama dan 1 teleskop pencari (finder). Diameter
teleskop utama adalah 60 cm dengan panjang fokus hampir 11 m, dan
teleskop pencari berdiameter 40 cm. Instrumen utama ini telah digunakan
untuk berbagai penelitian astronomi, antara lain untuk pengamatan
astrometri, khususnya untuk memperoleh orbit bintang ganda visual.
Selain itu, teleskop ini juga digunakan untuk pengamatan gerak diri
bintang dalam gugus bintang, pengukuran paralak bintang guna penentuan
jarak bintang. Pencitraan dengan CCD juga digunakan untuk mengamati
komet dan planet-planet, misalnya Mars, Jupiter, dan Saturnus. Dengan
menggunakan spektrograf BCS (Bosscha Compact Spectrograph), teleskop ini
secara kontinu melakukan pengamatan spektrum bintang-bintang Be.
[4]
Teleskop Schmidt Bima Sakti
Teleskop Schmidt Bima Sakti mempunyai sistem optik Schmidt sehingga
sering disebut Kamera Schmidt. Teropong ini mempunyai diameter lensa
koreksi 51 cm, diameter cermin 71 cm, dan panjang fokus 127 cm. Teleskop
ini biasa digunakan untuk mempelajari struktur
galaksi Bima Sakti, mempelajari
spektrum bintang, mengamati
asteroid,
supernova,
Nova untuk ditentukan terang dan komposisi kimiawinya, dan untuk
memotret objek langit. Diameter lensa 71,12 cm. Diameter lensa koreksi
biconcaf-
biconfex 50 cm. Titik api/fokus 2,5 meter. Juga dilengkapi dengan
prisma pembias dengan sudut prima 6,1
0, untuk memperoleh spektrum
bintang. Dispersi prisma ini pada
H-gamma
312A tiap malam. Alat bantu extra-telescope adalah Wedge Sensitometer,
untuk menera kehitaman skala terang bintang , dan alat perekam film.
[5]
Teleskop Refraktor Bamberg
Teropong Bamberg juga termasuk jenis refraktor yang ada di
Observatorium Bosscha, dengan diameter lensa 37 cm dan panjang fokus 7
m. Teropong ini berada pada sebuah gedung beratap setengah silinder
dengan atap geser yang dapat bergerak maju-mundur untuk membuka atau
menutup. Karena konstruksi bangunan, jangkauan teleskop ini hanya
terbatas untuk pengamatan benda langit dengan jarak zenit 60 derajat,
atau untuk benda langit yang lebih tinggi dari 30 derajat dan azimut
dalam sektor Timur-Selatan-Barat. Untuk obyek langit yang berada di
langit utara atau azimut sektor Timur-Utara-Barat praktis tak dapat
dijangkau oleh teleskop ini. Teleskop ini selesai diinstalasi awal tahun
1929 dan digerakkan dengan sistem bandul gravitasi, yang secara
otomatis mengatur kecepatan teleskop bergerak ke arah barat mengikuti
bintang yang ada di medan teleskop sesuai dengan kecepatan rotasi bumi.
Teleskop ini juga telah dilengkapi dengan detektor moderen, menggunakan
kamera CCD.
[6] Teleskop ini biasa digunakan untuk menera terang bintang, menentukan skala jarak, mengukur
fotometri gerhana bintang, mengamati citra kawah bulan, pengamatan
matahari, dan untuk mengamati benda langit lainnya. Dilengkapi dengan
fotoelektrik-
fotometer
untuk mendapatkan skala terang bintang dari intensitas cahaya listrik
yang di timbulkan. Diameter lensa 37 cm. Titik api atau fokus 7 meter.
Teleskop Cassegrain GOTO
Teleskop Goto berjenis reflektor Cassegrain dengan diameter cermin
utama 45 cm. Cermin utama yang berbentuk parabola memiliki panjang fokus
1,8 m dan cermin sekunder yang berbentuk hiperbola memiliki panjang
fokus 5,4 m. Teleskop ini merupakan bantuan dari kementrian luar negeri
Jepang melalui program ODA (Overseas Development Agency), Ministry of
Foreign Affairs, pada tahun 1989.
[7]
Dengan teleskop ini, objek dapat langsung diamati dengan memasukkan
data posisi objek tersebut. Kemudian data hasil pengamatan akan
dimasukkan ke media penyimpanan data secara langsung. Teropong ini juga
dapat digunakan untuk mengukur kuat cahaya bintang serta pengamatan
spektrum bintang. Dilengakapi dengan
spektograf dan
fotoelektrik-
fotometer
Teleskop Refraktor Unitron
Teleskop Unitron adalah teropong refraktor dengan lensa obyektif
berdiameter 102 mm dan panjang fokus 1500 mm. Teropong ini diinstalasi
pada mounting Zeiss yang masih asli dengan sistem penggerak bandul
gravitasi, sama seperti pada teropong Bamberg. Dari segi ukuran,
teropong ini baik untuk pengamatan matahari maupun bulan, dan banyak
digunakan untuk praktikum mahasiswa. Dengan ukuran yang kecil dan
ringan, teropong ini mudah dibawa dan telah beberapa kali digunakan
dalam ekspedisi pengamatan gerhana matahari total, misalnya tahun 1983
di Cepu, Jawa Tengah, dan tahun 1995 di Sangihe Talaud, Sulawesi Utara.
[8] Teleskop ini biasa digunakan untuk melakukan pengamatan
hilal, pengamatan
gerhana bulan dan
gerhana matahari, dan pemotretan
bintik matahari serta pengamatan benda-benda langit lain. Dengan
Diameter lensa 13 cm, dan
fokus 87 cm
Teleskop Surya
Teleskop ini merupakan teleskop Matahari yang terdiri dari 3 buah
telekop Coronado dengan 3 filter yang berbeda, serta sebuah teleskop
proyeksi citra Matahari yang sepenuhnya dibuat sendiri. Fasilitas ini
merupakan sumbangan dari Kementerian Pendidikan, Sains, dan Kebudayaan,
Negeri Belanda, Leids Kerkhoven-Bosscha Fonds, Departemen Pendidikan
Nasional, serta Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
[9]
Teleskop radio 2,3m
Teleskop radio Bosscha 2,3m adalah adalah instrumen radio jenis SRT
(Small Radio Telescope) yang didesain oleh Observatorium MIT-Haystack
dan dibuat oleh Cassi Corporation. Teleskop ini bekerja pada panjang
gelombang 21 cm atau dalam rentang frekuensi 1400-1440 MHz. Dalam
rentang frekluensi tersebut terdapat transisi garis hidrogen netral,
sehingga teleskop ini sangat sesuai untuk pengamatan hidrogen netral,
misalnya dalam galaksi kita, Bima Sakti. Selain itu, teleskop ini dapat
digunakan untuk mengamati obyek-obyek jauh seperti ekstragalaksi dan
kuasar. Matahari juga merupakan obyek yang menarik untuk ditelaah dalam
panjang gelombang radio ini. Obyek eksotik, seperti pulsar, juga akan
menjadi taget pengamatan dengan teleskop radio ini.
[10]
Direktur/kepala
Beberapa nama berikut pernah menjabat sebagai direktur/kepala :
- 1923 - 1940: Dr. Joan Voûte
- 1940 - 1942: Dr. Aernout de Sitter
- 1942 - 1946: Prof. Dr. Masashi Miyaji
- 1946 - 1949: Prof. Dr. J. Hins
- 1949 - 1958: Prof. Dr. Gale Bruno van Albada
- 1958 - 1959: Prof. Dr. O. P. Hok dan Santoso Nitisastro (pejabat sementara)
- 1959 - 1968: Prof. Dr. The Pik Sin
- 1968 - 1999: Prof. Dr. Bambang Hidayat
- 1999 - 2004: Dr. Moedji Raharto
- 2004 - 2006: Dr. Dhani Herdiwijaya
- 2006 - 2010: Dr. Taufiq Hidayat
- 2010 - 2012: Dr. Hakim Luthfi Malasan
- 2012 - sekarang: Dr. Mahasena Putra
Kendala yang dihadapi Observatorium Bosscha
Saat ini, kondisi di sekitar Observatorium Bosscha dianggap tidak
layak untuk mengadakan pengamatan. Hal ini diakibatkan oleh perkembangan
pemukiman di daerah
Lembang dan kawasan
Bandung Utara
yang tumbuh laju pesat sehingga banyak daerah atau kawasan yang
dahulunya rimbun ataupun berupa hutan-hutan kecil dan area pepohonan
tertutup menjadi area pemukiman,
vila
ataupun daerah pertanian yang bersifat komersial besar-besaran.
Akibatnya banyak intensitas cahaya dari kawasan pemukiman yang
menyebabkan terganggunya penelitian atau kegiatan peneropongan yang
seharusnya membutuhkan intensitas cahaya lingkungan yang minimal.
Sementara itu, kurang tegasnya dinas-dinas terkait seperti pertanahan,
agraria dan pemukiman dikatakan cukup memberikan andil dalam hal ini.
Dengan demikian observatorium yang pernah dikatakan sebagai
observatorium satu-satunya di kawasan
khatulistiwa ini menjadi terancam keberadaannya.